Dari Sahabat Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad 20722, at-Turmudzi 1605, dan dinilai shahih oleh al-Albani).
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh para ulama tentang makna ‘Tergadaikan dengan aqiqahnya’ maka maknanya adalah bahwa amalan si anak tidak bisa sampai kepada ayahnya. Sehingga ia tergadai sampai di aqiqahi.
Sedangkan dalam sebuah hadist bahwa aset orang tua setelah dirinya meninggal adalah memiliki anak yang shaleh. Ini artinya setiap upaya kita mendidik anak untuk menjadi anak yang shaleh (anak yang senantiasa ta,at patuh dan tunduk pada syariat Islam), maka setiap amalan anak kita pahalanya akan ngalir pula kepada ayahnya yang sewaktu di dunia mendidiknya dengan amalan shaleh tersebut.
Tergadaikan dengan aqiqahnya, artinya jaminan keselamatan untuknya dari segala bahaya, tertahan dengan aqiqahnya. Atau si anak seperti sesuatu yang tergadai, tidak bisa dinikmati secara sempurna, tanpa ditebus dengan aqiqah. Karena anak merupakan nikmat dari Allah bagi orang tuanya, sehingga keduanya harus bersyukur. (Mirqah al-Mafatih, 12/412)
"Tergadai dengan akikahnya, maksudnya adalah, anak itu terhalang mendapat keselamatan dari mara bahaya sampai dia diakikahi“
Aqiqah untuk melepaskan kekangan dari dari saithan
Dan Allah Azza wa Jalla telah menjadikan aqiqah terhadap anak sebagai sebab pembebasan gadainya dari setan yang telah berusaha mengganggunya semenjak kelahirannya ke dunia dengan mencubit pinggangnya. Maka aqiqah menjadi tebusan dan pembebas si anak dari tahanan setan terhadapnya, dari pemenjaraan setan di dalam tawanannya, dari halangan setan terhadapnya untuk meraih kebaikan-kebaikan akhiratnya yang merupakan tempat kembalinya. Maka seolah-olah si anak ditahan karena setan menyembelihnya (memenjarakannya) dengan pisau (senjata) yang telah disiapkan setan untuk para pengikutnya dan para walinya.
BAYI TERLAHIR KE DUNIA DALAM KEADAAN TERKEKANG OLEH KEKANGAN SETAN. TALI KEKANG INI TIDAK AKAN TERLEPAS, SAMPAI IA DIAKIKAHI.
Penjelasan ini dinilai kuat oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah. Beliau mengatakan
وقد جعل الله سبحانه النسيكة عن الولد سببا لفك رهانه من الشيطان الذي يعلق به من حين خروجه إلى الدنيا وطعن في خاصرته فكانت العقيقة فداء وتخليصا له من حبس الشيطان له وسجنه في أسره ومنعه له من سعيه في مصالح آخرته التي إليها معاده
Allah jadikan meng-akikahi anak sebagai sebab terlepasnya dia dari kekangan setan, yang mengikat bayi sejak terlahir ke dunia. Seorang anak terikat oleh tali kekang itu. Maka aqiqah yang menjadi tebusan untuk membebaskan bayi dari jerat setan tersebut. Tali kekang itu menghalanginya untuk melakukan amalan baik dan usahanya untuk meraih nasib yang baik di akhiratnya, yang menjadi tempat kembalinya. (Tuhfah al-Maudud, hlm. 74)
Setan sangat bersemangat melakukan ini. Dan mayoritas anak-anak yang dilahirkan termasuk dari bagian dan tentara setan. Sehingga si anak berada dalam gadai ini. Maka Allah Azza wa Jalla mensyariatkan bagi kedua orang tuanya untuk melepaskan gadainya dengan sembelihan yang menjadi tebusannya. Jika orang tua belum menyembelih untuknya, si anak masih tergadai dengannya. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
اَلْغُلاَمُ مُرْنَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ، فَأَرِيْقُوْا عَنْهُ الدَّمَ وَأَمِيطُواعَنْهُ الأَذَى
Seorang bayi tergadai dengan aqiqahnya, maka alirkan darah (sembelihan aqiqah) untuknya dan singkirkan kotoran (cukurlah rambutnya) darinya.
Ketika kita diperintahkan dengan menghilangkan kotoran yang nampak darinya (si anak dengan mencukur rambutnya) dan dengan mengalirkan darah yang meghilangkan kotoran batin dengan tergadainya si anak, maka diketahui bahwa itu untuk membebaskan anak dari kotoran batin dan lahir. Allah Azza wa Jalla lebih mengetahui maksud-Nya dan makud Rasul-Nya’.
(Kitab: Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, hlm. 48-49, karya Ibnul Qayyim, Tahqiq : Basyir Muhammad Uyun, Penerbit Darul Bayaan dan Maktabah al-Muayyad cet. 4, Th 14141H/1994M)
0 Feedback